Sedikit cerita di penghujung tahun 2021. Biasalah... hari-hari yang tersisa di akhir tahun akan memicu semangat kontemplasi dan menumbuhkan harapan-harapan baru untuk tahun yang akan datang.
Cerita ini mau saya tarik sedikit kebelakang ke tahun 2020.
Tahun 2020 adalah tahun yang luar biasa karena kita mengalami banyak sekali "yang pertama" karena Covid-19. Saya masih ingat 14 Maret 2020 saya langsung memutuskan untuk bekerja dari rumah. Beberapa hari kemudian tanggal 22 Maret dari Kampus secara resmi menginstruksikan Dosen dan Mahasiswa untuk belajar dan mengajar dari rumah. Waah... sungguh riuh dan menakutkan. Banyak kekhawatiran yang muncul karena ketidakjelasan masa depan yang diperparah dengan derasnya informasi baik yang berbobot maupun yang hanya membawa ketakutan dan menambah kecemasan.
Untuk tahun 2020, saya bersyukur karena berhasil melewatinya dengan pertolongan Tuhan. Saya dan keluarga saya sempat sakit, namun diberikan kesembuhan dan pemulihan. Di kampus ada tantangan baru untuk mengajar online ditengah pandemi. Ini saya jalani dengan penuh rasa ingin tahu yang besar. Pada dasarnya saya tidak suka rutinitas, dan sistem belajar online menawarkan 'angin baru' untuk membangkitkan semangat eksplorasi. Kebetulan bahwa saya cukup tertarik dengan
Technology Enhanced Language Learning. Tahun 2014 ketika aktif mengajar di Poltek Ambon, saya mencoba menggunakan dan memperkenalkan platform-platform online untuk mengajar seperti Edmodo, Blog, bahkan lewat Social media Facebook. Tahun 2016 ketika sudah menjadi Dosen di Unpatti, saya mempresentasikan hasil mengunakan online platform ini dalam TEFLIN Confrence dengan paper yang berjudul "
Comparing The Use of 2 Internet Based Platforms to Support Flipped Classroom Strategy at Higher Education Institutes in Ambon, Maluku.". Ini kemudian diikuti dengan survey kesiapan mahasiswa di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Unpatti untuk menerapkan e-learning yang saya presentasikan dalam ICONELT Conference 2017 dengan paper berjudul "Are We There Yet? Assessing the Readiness of English Department, FKIP-Unpatti for E-Learning and technology Enhanced Language Learning/Teaching".
Sejak 2 artikel/paper ilmiah ini, saya kemudian banyak menulis tentang penggunaan teknologi, platform online dll sebagai media belajar baik full online ataupun blended learning. Jika tertarik, daftar artikel dan paper saya yang bisa didownload secara gratis bisa didapatkan di link ini. Demikian juga, saya mengikuti banyak webinar dan mencoba sendiri berbagai platform yang bsia digunakan sebagai tools and media of learning. Saya mencoba membuat YouTube Channel untuk mengupload video-video belajar agar mahasiswa saya bsia belajar dengan pace mereka sendiri. Saya juga mencoba menggunakan FB, IG, Tiktok untuk sharing bites of information yang bsia dikonsumsi dalam 1 menitan. Sungguh menyenangkan bisa punya kesempatan mengekplorasi semua ini. Hal ini tentu saja dimungkinkan karena kita kerja dari rumah. Dan untuk ini saya bersyukur untuk Suami dan Anak yang sangat mendukung kegilaan ibunya untuk belajar hal baru, serta toleransi mereka atas waktu kerja sang ibu yang sudah merged dengan waktu keluarga.
Memasuki tahun 2021, saya bersyukur karena 8 bulan ditahun 2020 membuat saya mantap dan semakin paham cara menggunakan online platforms, apps dan programs untuk menunjang proses belajar mengajar kelas-kelas yang saya ampuh. 8 bulan tersebut saya lewati dengan trial and error mengenai bagaimana me-manage proses belajar agar efektif dan efisien bagi saya yang adalah dosennnya dan bagi mahasiswa saya.
Setengah tahun 2021 masih menjadi sebuah hal yang menyenangkan. Namun jujur ketika memasuki setengah tahun yang kedua, rasanya saya sudah sampai ke "titik jenuh". Secara mental, saya jadi sangat procrastinate. Akhirnya saya banting stir untuk mengeksplorasi sisi kreatif. Maka jadilah saya bergabung dengan komunitas Lingkar Penulis Indonesia dan bergabung dengan project-project menulis. Untuk hal ini saya juga punya alasan khusus, yaitu untuk menemani Tania dalam komunitas menulis. Buah dari project-project menulis ini adalah 2 buku antologi cerpen buat saya dan 1 buku antologi cerpen bagi Tania yang terbit di bulan Desember 2021. Tania masih punya 1 buku Antologi cerpen dan 1 antologi puisi yang akan terbit di tahun 2022 nanti.
Di tahun 2021 ini, bisa dikatakan saya mengalami yang namanya burnout. Burnout itu adalah kondisi kelelahan mental dan emosional yang terjadi karena "stress" yang terus menerus. Dalam hal ini, stress bagi saya bukan karena saya tidak suka, benci, terpaksa dengan pekerjaan, tapi lebih kepada saya yang sudah menumpahkan jiwa dan raga untuk eksplorasi secara intens selama 1 tahun lebih. Saya pikir wajar jika akhirnya saya tiba di titik burnout dan titik jenuh. Untuk itu, tahun 2021 menjadi tahun self-care dan Self-Love.
Saya bersyukur bisa diberikan sebuah "kemewahan" untuk membuat keputusan dan pilihan yang membuat diri saya bahagia. Hal ini tentu saja dengan tidak merugikan orang lain atau menelantarkan keluarga. Bisa dibilang tahun 2021 adalah tahun kebangkitan dan kejayaan saya di dunia perdrakoran dan dalam project menulis. 2 hal ini membuat jiwa saya bahagia. Tentu saja buat anda pembaca yang lain, ada hal yang menjadi penyembuh jiwa anda.
Disclaimer buat pembaca yang sok suci dan sok benar... jangan komentar soal saya seorang ibu yang kok bisa-bisanya mencari jalan selamat untuk membahagiakan diri... Heillow... seorang ibu adalah juga manusia, pada saatnya dia perlu waktu untuk dirinya sendiri. Kata anak saya, "Happy Mom, Happy Life:. Semua yang saya lakukan adalah kesepakatan bersama keluarga saya yaitu suami dan anak. Kami semua punya waktu-waktu untuk diri kami sendiri untuk melakukan apa yang membuat kami bahagia. Ketika kita bahagia dengan diri kita sendiri, kita seperti di recharge dengan semangat dan rasa cinta yang baru yang kemudian kita bagi untuk satu sama lain. -- Anyway... let's just agree to disagree... if any.
So 2021 (dan 2020) saya bersyukur bertemu denganmu. Kalian mengajarkan saya banyak hal baru, membuat saya melihat keluar untuk melihat apa yang bisa saya kontribusikan pada masyakat, mahasiswa dan institusi dimana saya bekerja. Namun juga membuat saya melihat ke dalam, untuk memahami dan menghargai diri sendiri. Saya bersyukur Tuhan sangat baik memberikan saya kesempatan bereksplorasi dengan memberikan saya semua perangkat elektronik, fasilitas internet dan keluarga yang sangat mendukung.
Saya bersyukur bahwa lewat pandemi ini kemampuan digital dan technology use mahasiswa-mahasiswa saya berkembang sangat cepat. Mau tidak mau kita harus beradaptasi dan keep up. Melewati banyak tantangan dan hambatan, mahasiswa-mahasiswa saya menjadi luar biasa. Dari sekarang semua kehidupan akan berlangsung secara blended dengan digital dan technology use akan merambah semua lini kehidupan kita. Saya berharap mahasiswa saya bisa menyadari hal ini dan berusaha untuk mengimbangi perubahan zaman ini. Ada pepatah yang mengatakan "Time and Tide (also the change of an era) wait for no one." Jangan terlena bahwa kamu akan selalu mendapat bantuan "orang dalam". Belajarlah untuk berdiri diatas kaki sendiri dan berhasil karena kualitasmu yang terasah lewat kesulitan dan tantangan hidup.
Saya bersyukur bahwa sistem Managemen akademik, sistem administrasi dan pelaporan dll dapat diakses secara online dan hampir semuanya telah terintegrasi dengan pusat. Walaupun ini berarti dosen-dosen memiliki tugas tanggung jawab administrasi yang semakin bejibun dan membuat kehilangan waktu tidur, namun ini adalah perkembangan yang baik. Biasanya kekisruhan dan chaotic moment ini hanya terjadi di awal penggunaan. Nanti ketika kita sudah terbiasa, kita akan melihat keuntungannya.
Saya bersyukur diberikan hikmat dan kebijaksanaan serta diberikan hati yang mau untuk dibentuk dalam posisi saya sebagai dosen. Saya belajar melihat semuanya dari sudut pandang mahasiswa, mempertimbangkan kondisi dan situasi mereka namun juga mem-balance-nya dengan sedikit tuntutan dan tekanan pada hal-hal tertentu agar mereka juga didik untuk tidak ngoyo dan menyerah dalam situasi sulit. Pada dasarnya saya dan mahasiswa ada dalam proses belajar bersama. Kadang kala tough love itu perlu agar mahasiwa saya tidak punya mental menye-menye.
Saya bersyukur untuk mahasiswa2 yang sungguh nano-nano rasanya. Ada yang ngeselin dan bikin jengkel berkepanjangan, ada yang default modenya LoLa, ada always seems to be lost, ada yang stylenya agressive dan opressive saat bertanya, Ada yang Rajiiiiiiiiin sekali, ada yang Mualaaaaaaaaaaaaaaaaaaas sekali. Saya saaaaayng sekali sama semuanya. Mereka mengajarkan saya untuk rendah hati, untuk selalu lebih banyak mendengarkan, untuk selalu mencoba mempertimbngkannya dari sudut pandang mereka setiap kali saya merencanakan tugas atau test atau materi. Dari merekalah saya diajar untuk bijaksana untuk tidak melihat titel dosen saya sebagai yang maha tahu dan maha benar, namun sebaik-baiknya seorang dosen itu adalah seorang fasilitator yang mengantar anak muridnya (Yang mau diantar lho...) ke jalan pencerahan akademik dan kehidupan. (banyak juga mahasiswa yang gak mau 'diantar'. maunya leyeh-leyeh aja, gak mau mencoba keluar dari zona nyaman... untuk yang jenis ini rasanya ingin saya ketok pake 10 ringsnya Shang Chi biar sampe ke realm yang lain). Mereka juga memacu saya untuk membaca lebih banyak dan belajar lebih keras. Karena... Mengajar itu berarti saya harus belajar lebih keras, lebih banyak dan lebih luas agar bisa saya tuangkan ke anak-anak didik saya. Jadi guru/dosen/pendidik adalah to show your students where to look but not what to see... karena proses yang menuntun sampai discovery itu adalah learning yang sebenarnya.
Saya bersyukur bahwa 2 tahun ini membentuk self-identity dan teacher's belief saya yang baru tentang siapa saya sebagai seorang pendidik dan apa prinsip yang saya pegang. Pembahasan soal self-identity dan Teacher's Belief ini nanti saya bahas di postingan tahun depan saja ya.
Sekali lagi Syukur kepada Tuhan Yesus yang penyertaan kasih dan anugerahnya terlalu nyata dalam 2 tahun ini.
Kalau kamu? Apa yang kamu syukuri di tahun 2021 ini?