Part 1 - WAKE UP CALL
“Mommy…”
Aku
mengangkat wajah dari layar laptop. Lampu meja kerjaku menyorot dengan tingkat
pijar yang tepat untuk mataku. Namun canopy penutupnya membuat cahaya itu tidak
menyorot kemana-mana dan hanya ke mejaku.
Anaku
berdiri di bayangan gelap dengan mendekap erat boneka singa kesayangannya.
“Are
you coming to pray with us?” anakku bertanya dengan suara lirih penuh
harapan.
Jam
dinding menunjukan jam 10.30 malam. Berarti sudah hamper 6 jam aku mengejar
deadline artikelku.
“Iya.
I’ll be there soon.” Sama-samar kulihat dia tersenyum. “Mommy selesaikan
ini secepatnya ya. Lalu kita doa sama-sama”.
Anakku
berjalan mendekati dan melingkarkan tangannya di leherku. Sembari mengecup
pipiku dia bilang, “Jangan kerja terlalu keras, mommy. Cepat ya”. Lalu menyeret
boneka singanya, melambai sejenak didepan pintu dan menghilang di kegelapan
Lorong ke arah kamar kami.
Aku
tersenyum dan mengalihkan pandanganku pada artikel ilmiah yang sementara aku
selesaikan. Kembali aku berkutat cepat dengan referensi untuk mengejar
deadline. Otakku kembali merangkai hipotesa, hasil penelitian, teori dan
kesimpulan. Namun hangatnya rengkuhan tangan kecil itu dan mata penuh harapan
itu membuat semua yang aku buat saat ini terasa tak ada gunanya.
Aku
berhenti mengetik. Lampu di meja kerjaku masih menyala. Tapi aku sudah
melangkah ke kamar dimana anakku bergelung didalam selimut, mendekap boneka
singanya sambil membaca buku menungguku.
Melihatku
masuk, dia meloncat girang. “Ayo, giliran siapa berdoa malam ini?” tanyaku.
“Giliran
Mama. Tadi malam Papa sudah berdoa. Sebelumnya aku juga sudah pimpin doa.”
katanya lagi.
Sambil
berpengangan tangan, aku memimpin doa bagiku, anakku dan suamiku.
4:30 AM…Tubuhku sudah terlatih untuk bangun jam segini. Kaki membawaku ke kamar mandi untuk mencuci muka. Kemudian duduk di meja kerjaku menarik Alkitab dan Buku Catatan untuk Morning Devotion hari ini.
Kejadian doa malam membayang lekat dikepalaku. Kaca kecil di samping layar computer memperlihatkan perempuan 40an tahun dengan muka bulat ditaburi freckles dengan mata sedikit bengkak dan rambut tak beraturan yang dicepol asal.
1
tahun lebih pandemic membuat jarum timbangan membanting keras ke kanan. Jam
kerjaku pun tumpeng tindih dengan waktu keluarga dan waktu untuk diriku
sendiri. Timbangan di lantai 1 Hampir 70kg. Perut yang membuncit, pinggang yang
hamper-hampir tidak kelihatan lagi, perasaan tubuh yang tidak fit dan hati yang
sedih membuat siraman cinta kasih dari 2 orang tercintaku menjadi tidak
berdampak lagi. Aku sudah mencoba banyak jenis diet dan suplemen untuk
menurunkan berat badan dan menghilangkan lemak. Namun setelah beberapa waktu
aku kembali lagi dititik ini.
Sampai
suatu saat aku berpapasan dengan seorang perempuan menyedihkan yang sudah menyerah…. Bayangan diriku di cermin. Aku
lupa. Aku lupa mencintai perempuan menyedihkan yang sudah menyerah dengan
dirinya itu.
4
bulan dan 6 kilo kemudian….
Hari
ini… aku tidak menemukan lagi perempuan menyedihkan itu.
Perempuan
yang kutatap sekarang tersenyum lebih manis. Tubuhnya mengecil dan hatinya
terasa lebih ringan.
Dia
makan dengan Bahagia. Dia tidak lagi menghukum tubuhnya. Dia masih bisa makan sponge
cake, coklat, keju, jajanan pasar. Tapi semuanya secukupnya saja. Pola
makannya lebih sehat dengan lebih banyak sayur, buah, air putih.
Perempuan yang kutatap sekarang berdiet bukan untuk kurus. Diet adalah mengatur pola makan. Diet adalah agar sehat. Diet adalah karena aku cinta diriku. Karena diriku berharga, Aku ingin diriku sehat.
Part 3 - IN LOVE WITH MY BODY AND MYSELF
Kehilangan
6 kilo berat badan tidak semerta-merta membuatku langsing bak model. Hehehe….
Realistislah… Dengan tinggi 1 meter setengah lebih sedikit, aku masih saja
terbilang gempal.
Lalu
ketatnya PPKM atau social distancingnya mulai berkurang dan aku sudah harus
mulai kembali ke kampus. Ususku terasa melilit. Kembali ke kampus, berarti kembali
berhadapan dengan ujaran-ujaran atas nama bercanda dan basa-basi yang
menyakitkan hati.
Ada
yang bilang ‘gemukan ya sekarang’… Sialan!… tidak tahu dia betapa kerasnya
perjuanganku meluruhkan 6 kilo ini.
Ada
yang bilang ‘Halo gemuk”… Setan!… mulut itu seharusnya digembok
Tapi
perlu dicatat banyak juga yang memberikan komentar positif, memuji badan yang
mengecil dan wajah yang semakin cerah. Yang memberikan komentar secara tulus.
Terima kasih sahabat…
Lalu apakah aku maunya hanya dipuji? Tidak juga…
Tapi
perhatikan kata-katamu agar tidak menyakiti. Jika kau tidak terlalu dekat
dengan orang itu, maka komentar pertama dari mulutmu Ketika bertemu janganlah
komentar tentang bentuk badan, berat badan, keadaan kulitnya dll. Ada banyak
topik lain. Tanya kesehatannya, tanya keluarganya atau lainnya.
Belajar
untuk kembali mencintai diri sendiri setelah kometar pedas menyakitkan yang kau
anggap bercanda itu tidak mudah. Mencintai Kembali tubuhku yang jadi sumber
ejekan harus dilalui dengan proses berdamai dengan diri sendiri.
Menerima bahwa ini bentukanku sekarang. Sudah tidak muda lagi, sudah ada jejak keriput, sudah ada lipatan lemak, tenaga tidak sekuat dulu lagi. Lalu kemudian, mulai berterima kasih untuk setiap anggota tubuhku… Tanganku yang kuat untuk bekerja, memasak dan memeluk. Kakiku yang tegar membawaku melalui jalan kehidupan. Perutku yang buncit yang pernah menjadi rumah Ajaib pertama gadis kecilku. Semuanya diriku indah, berguna dan Ajaib.
Part 4 - YOU CAN ALWAYS SAY NO
Anyway… karena sudah Kembali ke
kampus lagi jadi ayo bercerita soal pekerjaan. Suatu waktu ada teman anak
psikologi yang minta aku untuk menyelesaikan Myers-Briggs Personality Test.
Hasilnya Aku tipe kepribadian ENFP-A. Menurut dia sih ini jenis kepribadian
yang bagus sekali banyak orang sukses memiliki kepribadian ini. Saat itu aku
mencatat beberapa kelemahan yang dia sebutkan soal kepribadian ini. 2 dari
beberapa Kelemahan kepribadian ENFP adalah People Pleasing dan Overly
Accomodating. Untungnya dari test selanjutnya yang dia berikan padaku,
diketahui bahwa kadar kelemahan ini hanya terindikasi sekitar 56%. Artinya
masih cukup waraslah aku.
Tapi kecenderunganku adalah tidak
ingin mengecewakan orang lain dan selalu mau melakukan yang terbaik. Jadinya
aku menjadi sulit menolak permintaan terutama dari orang-orang yang penting
bagiku. Kadang hal ini membuat tenaga dan emosiku terkuras habis berusaha
melakukan banyak hal pada saat yang bersamaan.
Pemahaman atas kepribadianku ini membuatku menciptakan sebuah ‘mantra’ bagi diriku. Setiap saat ada yang meminta tolong atau saat ada tugas yang diberikan kepadaku, aku akan merapal sebuah mantra “Kamu bisa dan boleh bilang TIDAK” – You can and are allowed to say NO. Aku akan mempertimbangkan waktu, tenaga dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan hal itu. Dan jika ternyata aku tidak bisa… maka aku harus jujur buat diri sendiri dan kepada mereka bahwa aku tidak bisa. – Ini tidak mudah lho teman-teman… tapi ijinkan diri kalian untuk BOLEH mengatakan tidak. Untuk menolak tanpa merasa bersalah. Karena kamu berharga… waktumu, passionmu, perasaanmu dan professionalitasmu… berharga.
Satu hal lagi yang aku tidak
perlu ragu adalah memberikan kesempatan ‘Me-Time’, waktu untuk diriku sendiri.
Menjadi seorang ibu, istri, dosen, dll kadang menuntut kita untuk selalu
memainkan peran tertentu. ‘Me-Time’,
waktu untuk diriku sendiri, menjadi sesuatu yang kadang dianggap egois atau
bahkn lebay.
Tapi jangan menyepelekan
‘Me-Time’ atau waktu untuk diriku sendiri. Sesingkat apapun dan sesederhana
apapun ‘Me-Time’-mu, dia baik untuk jiwamu. ‘Me-Time’ bisa sesingkat dan
sesederhana menikmati mandi yang lama tanpa gangguan dari anak2mu – ini
terutama bagi ibu-ibu yang punya baby atau anak kecil. ‘Me-Time’ bisa saja
kesempatan untuk menonton Drakor tanpa gangguan dan kemudian bisa menangis
berurai air mata mengikuti alur ceritanya. (Naah… kalau ini memang benar2 Me
Time saya). Banyak orang memilih membaca buku, berbelanja, hang-out dengan
teman-teman, jalan-jalan dll. Menurutku ‘Me-Time’ terbaik adalah yang paling
sederhana, yang paling tidak perlu mengeluarkan uang banyak dan yang membuat
kita tersenyum.
‘Me-Time’ bagiku adalah kesempatan
mengisi baterai diri. Aku cenderung orang yang memberikan 100% ++ untuk apa
yang aku kerjakan. Dan dari semua energi itu, aku perlu mengisi daya Kembali.
Ada orang yang berjalan dengan konsisten, namun aku mengerahkan seluruh tenaga
dan kemudian hibernasi dulu. Setiap menyelesaikan sebuah project, aku
menghadiahkan diriku ‘Me-Time’ – kesempatan untuk memutuskan mau bikin apa atau
tidak bikin apa-apa. Kemampuan untuk membuat keputusan ini adalah ‘Me-Time’
yang sesungguhnya – aku memberikan diriku kuasa untuk menentukan. Diriku tidak
perlu meminta maaf atas sesuatu yang merawat jiwa, hati dan semangatku.
‘Me-Time’… sesingkat mungkin dan sesederhana itu saja….
Part 6 - BE KIND, BE STRONG, BE BRAVE
Salah satu kegemaranku untuk
recharge (mengisi daya) saat Me-Time adalah mendengarkan lagu. Salah satu lagu
yang membekas buatku adalah lagunya Five for Fighting yang judulnya Superman
(It’s Not Easy). Setiap bait lagunya punya makna yang dalam. Aku terutama suka
merefleksi lirik - Even heroes have the right to bleed. Bahwa para superhero
pun punya hak untuk punya waktu dimana mereka lemah. Setiap kita adalah
superhero bagi mereka disekitar kita dan juga bagi diri kita sendiri. Di posisi
sebagai ibu dan ayah, kita superhero pertama bagi anak-anak kita. Ingat tidak,
ibu dan ayah punya superpower yaitu pelukan yang mampu meredam sedih dan
kesakitan.
Kadang para superhero ini terus
memberi sampai pada titik jenuh. Superhero juga perlu istirahat. Bukan hanya
istirahat fisik. Tapi juga mental… untuk menjaga hati agar selalu penuh dengan
cinta. Untuk itu nasihat untuk be kind, be strong dan be brave bukan hanya
untuk memperlakukan orang lain tapi untuk memperlakukan diri sendiri.
Be kind - Cintai dirimu dengan menjadi baik untuk dirimu terutama. Gunakan kata-kata yang baik untuk dirimu sendiri, Jangan terlalu keras mengkritik diri sendiri. Be Strong – Kuatlah berdiri untuk menjadi diri sendiri. Untuk mencintai semua kelebihan dan kekuranganku yang membuat aku… aku… Be Brave – beranilah untuk tidak mengikuti arus, untuk tidak perlu mengubad diri seturut cetakan dunia ini. Karena aku adalah aku dan aku cinta aku… seorang superhero… bagi diriku sendiri terutama.
Part 7 - A-WORK-IN-PROGRESS
Selama seminggu ini, aku menulis
tentang ‘self-Love’ - tentang mencintai diri sendiri. Self-love punya Batasan
yang tipis antara self-love dengan egois terutama jika disandingkan dengan
omongan dan pandangan orang lain. Ketika self-love dianggap hanya mau bahagia
sendiri tanpa memperhatikan keluarga dan orang sekitar. Tentu saja anggapan ini
tidak salah, karena ukuran dan kadar seberapa ekstrim ‘self-love’ kita,
terletak atas kesadaran dan aksi kita sendiri. Namun dalam 7 hari ini, refleksi
‘self-love’ yang aku tulis adalah self-love, yang menerima diri sendiri,
berdamai dengan diri sendiri untuk hal-hal membuat diri insecure. Salah satunya
adalah berdamai dan menerima bagian-bagian diri kita yang tidak sesuai stanadar
yang berlaku dalam masyarakat, untuk mengizinkan diri kita untuk menolak dan
mengatakan bahwa kita lelah dan perlu istirahat dan bahwa kita memang tidak
sempurna tapi kita berharga. Untuk itu, kita dapat tetap mencintai diri kita
sendiri walau standar dan orang lain tidak. Jadi, jika aksi ‘self-love’ kita
membawa masalah dalam aspek kehidupan kita yang lain, maka ini bukan
‘self-love’ tapi selfish (Egois).
Anyway, Proses ‘self-love’ bukan proses satu kali jadi. Bahkan kamu dan aku akan terus menguji dan diuji oleh batasan self-love dan selfish tersebut. Tidak masalah - You are allowed to be a ‘Masterpiece’ and ‘A-Work-in_Progress’ (at the same time) - Kamu, pada saat yang bersamaan, bisa menjadi sebuah maha karya dan juga sebuah karya yang masih terus berevolusi dan diperbaki – Aku pernah membaca kalimat ini disuatu tempat dan aku pikir ini luar biasa. Aku tidak sempurna dalam banyak hal. Ada bagian-bagian diriku yang sudah terlihat baik dan bahkan luar biasa, ada bagian-bagian diriku yang membuatku insecure, dan ada bagian-bagian diriku yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Seperti sebuah puzzle, ada banyak bagian dari diriku. Namun setiap bagian itu saling terkait dan memiliki peran yang penting. Tanpa salah satu bagian itu, gambar diriku tidak sempurna. Dan aku perlu belajar untuk mencintai setiap bagian diriku, yang baik maupun yang buruk.
No comments:
Post a Comment